Thursday 26 September 2019

Pabrik Karet Pangkas Jam Kerja Kekurangan Bahan Baku

Pabrik Karet Pangkas Jam Kerja Kekurangan Bahan Baku

Pabrik Karet Pangkas Jam Kerja Kekurangan Bahan Baku



Sejumlah pabrik karet di Sumatera Selatan darurat memangkas jam kerja sebab kekurangan pasokan bahan baku dari petani. Langkah ini sudah diambil sejumlah bulan belakangan.

Sekretaris Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Provinsi Sumsel Nur Ahmadi menuliskan umumnya pabrik-pabrik karet menerapkan tiga shift kerja setiap delapan jam dalam satu hari.

Kini, pabrik-pabrik itu melulu memberlakukan satu-dua shift per hari sebab volume bahan baku susut.

"Saat ini, petani malas nyadap (memanen) getah sebab harga paling murah. Belum lagi, mereka pun dihadapkan dengan permasalahan wabah gugur daun, yang mana buatan getah jauh menurun," ujarnya, mengutip dari pokerace99 pkr Rabu (25/9).

Lebih lanjut Nur Ahmadi menuturkan situasi ini menciptakan pengusaha karet kesulitan, menilik ekspor karet dalam format SIR10 dan SIR20 diterapkan peraturan minimal volume.

"Ya, ketika ini dapat dikatakan pengusaha itu melulu bertahan. Tetapi, belum dapat dikatakan bangkrut," cerah dia.

Karenanya, ia bercita-cita pemerintah bisa menempuh tahapan konkret untuk menanggulangi persoalan harga murah yang telah terjadi semenjak 2013 silam.

Pada tahun ini, harga rata-rata karet masih di bawah standar, yakni US$1,3 fob/kilogram. Di tingkat petani, harganya hanya Rp5.000-Rp7.000 per kg, dan di kumpulan petani Rp8.000-Rp9.000 per kg.

Ekspor Turun

Sampai Mei 2019, ekspor karet dari Sumsel turun 22 persen. Penurunan produksinya sendiri menjangkau 40 persen menjadi 583 ribu ton per kuartal I 2019. Kontras dengan periode 2017-2018, di mana buatan karet masing-masing kuartal masih berkisar 971 ribu ton.

"Artinya, dengan pengurangan jam kerja ini, hadir pengangguran yang tidak kentara. Lambat laun tentu akan dominan pada perekonomian," cerah Nur Ahmadi.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumsel Yunita Sari menuturkan permasalahan karet menjadi fokus semua pihak, baik di wilayah maupun pemerintahan pusat.

"Arahnya ketika ini bagaimana membina hilirisasi karet, seperti membina pabrik ban karena dinyatakan penyerapan tertinggi karet tersebut untuk penciptaan ban. Sementara, guna aspal karet melulu sekitar 7 persen, dan permintaannya tidak terus menerus," jelasnya.

Sembari menerapkan hilirisasi karet, sambung Yunita, pemerintah akan berbenah tata niaga karet, menilik terjadi ketidakadilan dalam pembagian deviden antara sisi hulu (petani) dan sisi hilir.