Sunday 15 September 2019

Review Film: 'Warkop DKI Reborn'

Review Film: 'Warkop DKI Reborn'

Review Film: 'Warkop DKI Reborn'



Upaya Falcon Pictures mengusung nama Warkop DKI pulang dalam 'Warkop DKI Reborn' laksana yang dilakukan sejumlah tahun lalu, tak memiliki peradaban yang berarti.

Bahkan, Warkop DKI Reborn teranyar dan di bawah arahan sutradara Rako Prijanto ini sejatinya melulu sekadar memasarkan nama besar grup yang beranggotakan Dono, Kasino, dan Indro.

Cerita yang ditawarkan Warkop DKI Reborn hilang arah. Komedi dan humor susah diterima. Para aktor muda yang berperan juga belum dapat masuk ke dalam karakter Dono, Kasino, dan Indro.

Usai menyaksikan film Warkop DKI Reborn, tak terdapat kesan istimewa yang tersisa. Malah, wajah terasa lelah sebab terlalu tidak sedikit mengernyitkan dahi.

Kali ini, Warkop DKI diperankan Aliando Syarief yang menggantikan Abimana Aryasatya guna karakter Dono. Adipati Dolken ditunjuk menggantikan Vino Bastian guna karakter Kasino. Randy Danistha menggantikan Tora Sudiro sebagai Indro.

Film ini menceritakan tiga figur utama tersebut direkrut sebagai agen polisi rahasia. Mereka sedang di bawah komando Komandan Cok yang dibintangi langsung oleh Indro 'Warkop DKI' yang 'asli'.

Komandan Cok diceritakan kehilangan tangan kanannya, Karman (Mandra) saat mencari pencucian duit di industri perfilman Indonesia. Lebih tepatnya, pada suatu studio kepunyaan Amir Muka.

Dono, Kasino, dan Indro akhirnya berjuang masuk ke industri film dan tercebur dalam buatan film komedi demi bisa informasi.

Namun penyelidikan yang mereka kerjakan tak tidak jarang kali berjalan mulus. Saat menghadiri suatu pesta, ketiganya justeru menyeret lawan main mereka di film itu, Inka.

Mereka lantas terkurung dalam suatu ruangan dan jatuh pingsan. Namun ajaibnya, saat terbangun, mereka telah ada di padang pasir. Inka pun menghilang tanpa bekas. Petualangan beda ketiga lelaki tersebut pun dimulai.

Secara umum, garis besar kisah Warkop DKI lebih tidak sedikit diselingi pelbagai parodi dari sebanyak film hit di Indonesia. Hal ini biasa dilaksanakan komedian di Barat yang dikenal gemar menciptakan komedi satir.

Namun usaha Warkop DKI Reborn ini yang naskahnya ditulis oleh Anggoro Saroto dan Rako Prijanto sendiri ini tak sukses membuat pemirsa tertawa.

Hujan sketsa komedi dalam film ini malah membuat kisah utama Warkop DKI Reborn ambyar. Tak keruan dan punya arah yang jelas. Apalagi soal logika kisah dan efektivitas kesampaian pesan film ini, absurd.

Banyak pertanyaan yang hadir usai menyaksikan Warkop DKI Reborn, sebut saja penyebab ketiganya kandas di padang pasir laksana yang hadir di trailer, dan hubungan Maroko dengan kisah film ini.

Hal tersebut baru sebagian. Masih ada sejumlah adegan dan kisah dalam film ini yang menciptakan pertanyaan "kok bisa?" berkecamuk dan tak mau pergi.

Namun yang fatal dari film komedi ialah ketika tidak dapat membuat penontonnya tertawa. Inilah yang terjadi.

Warkop DKI Reborn terbilang mempunyai candaan yang telah "ketinggalan zaman" dan pun menempatkan perempuan sebagai objek.

Mereka berjuang menjadikan kembali dagelan ala Warkop DKI 'jadul' di era kini, salah satunya saat ketiga lelaki tersebut melotot menyaksikan wanita yang agak membusungkan dadanya.

Gaya komedi tersebut mungkin laris dulu, puluhan tahun lalu. Namun di era ketika ini saat perempuan berani memungut sikap dan bersuara pun menempati posisi yang setara dengan laki-laki, apakah masih relevan memakai komedi laksana itu?

Mungkin, bila mengutip di antara dialog yang dikatakan tokoh Indro dalam film ini, "Ceritanya gini amat ya, Kas?". Itu pula yang saya rasakan selama menyaksikan Warkop DKI Reborn.

Konsep Falcon Pictures dengan film dengan cerita estafet tapi menggantung juga kembali diulang dalam Warkop DKI Reborn ini. Ya, film ini dipecah ke dalam dua bagian, tanpa solusi konflik berarti di unsur kesatunya.

Konsep ini sempat mereka bikin di Warkop DKI Reborn yang diperankan Abimana, Vino, dan Tora serta Benyamin: Biang Kerok. Bahkan, kelanjutan Benyamin: Biang Kerok juga tak terdapat kabarnya sampai sekarang.

Tiga karakter baru yang membintangi tokoh Dono, Kasino, dan Indro, secara borongan terlihat sudah berupaya keras untuk dapat serupa. Sayangnya, tersebut tak sepenuhnya berhasil.

Secara gestur saja yang agak tampak serupa, namun belum hingga ke karakter ketiga legenda komedi Indonesia itu.

Latar belakang setiap aktor yang lebih tidak sedikit bermain dalam film drama tersebut mungkin menjadi salah satu hal mereka susah menyampaikan kisah atau kondisi dengan lucu.

Aliando, Adipati, dan Randi tidak terasa alami dalam mengucapkan lelucon. Berbeda dengan Dono, Kasino, dan Indro yang memang kerap menyerahkan komedi cerdas di radio sebelum beranjak ke depan kamera.

Terlepas dari tiga figur utama, penampilan penyokong seperti Mandra dan Indro sebenarnya pun tak sepenuhnya mengamankan film ini.

Secara keseluruhan, Warkop DKI Reborn bukan suatu film yang direkomendasikan http://www.bocahsakti.pro/pokerace99 untuk dapat menikmati nostalgia akan figur Dono, Kasino, dan Indro.

Di samping itu, embel-embel film komedi yang disuguhkan juga tidak sepenuhnya dapat dinikmati sebagai hiburan.