Thursday, 17 October 2019

Tak Hanya Pernapasan, Rokok Juga Meningkatkan Risiko Penyakit Mata Tiroid

Tak Hanya Pernapasan, Rokok Juga Meningkatkan Risiko Penyakit Mata Tiroid

Tak Hanya Pernapasan, Rokok Juga Meningkatkan Risiko Penyakit Mata Tiroid

Masalah kesehatan di Indonesia paling banyak. Para pakar kesehatan yakin, di antara yang jadi sumbernya ialah kebiasan mengisap rokok pada masyarakat Indonesia yang tinggi. Di Indonesia, jumlah pengisap rokok aktif menurut data Bank Dunia, 39,4 dari masyarakat. Berdasarkan keterangan dari data Riskesdas Kementerian Kesehatan RI 2018, terdapat 33,8% warga Indonesia berusia lebih dari 15 tahun yang merokok. Cerdaspoker DominoQQ

Dalam topik Pengukuhan Guru Besar Prof Imam, Kolaborasi dalam Pengelolaan Tiroid di Indonesia: Fokus pada Pencegahan Oftalmopati pada Penyakit Graves, Prof. Dr. dr. Imam Subekti, SpPD, KEMD, yang pun staf pengajar Divisi Metabolik Endokrin, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran (FK) UI mengatakan, merokok ialah faktor risiko terpenting untuk munculnya Oftalmopati Graves (OG).

"OG ialah bagian dari proses autoimun yang perumahan yang melibatkan jaringan orbita dan periorbital pada penyakit Graves," ujar Prof. Imam. Secara awam, mata penderita OG bakal terlihat memerah, laksana terus melotot, dan lain-lain.

Ia melanjutkan, bila memakai pencitraan CT scan atau MRI orbita, tanda OG bisa dideteksi pada nyaris 90% pasien Graves. Meskipun OG dapat hadir pada masing-masing umur, OG lebih tidak jarang ditemukan pada dua kumpulan usia, yaitu kumpulan 40-44 tahun dan 60-64 tahun guna wanita dan 65-69 tahun guna pria. Prevalensi penderita OG pada perempuan lebih tinggi dibanding pria.

“Terdapat sejumlah faktor risiko munculnya oftalmopati pada penyakit Graves sekaligus berperan sebagai hal risiko yang dominan pada progresifitas OG, yang dikelompokkan menjadi dua, yakni Kelompok yang tidak bisa dimodifikasi dan kumpulan yang bisa dimodifikasi. Kelompok yang tidak bisa dimodifikasi laksana usia, jenis kelamin, dan genetik (termasuk ras). Sementara kumpulan yang bisa dimodifikasi yaitu hal lingkungan laksana merokok."

OG biasanya dominan  negatif dan jangka panjang pada pekerjaan, kegemaran dan faedah psikososial pasien. Sebuah studi di Jerman, mendapati salah satu pasien OG yang datang ke klinik terpadu tiroid-mata, mengadukan OG mengakibatkan mereka libur sakit (36%), dinonaktifkan (28%), pensiun dini (5%), dan kehilangan kegiatan (3%).

Tak melulu meningkatkan risiko merasakan OG, merokok pun dapat menciptakan terapi tidak efektif, dan menambah keparahan, dan relaps sesudah terapi.

Prof Imam menegaskan, bukti kuat mengindikasikan bahwa pemberhentian merokok ialah intervensi yang mendasar dalam urusan pencegahan penyakit primer, sekunder, dan tersier. Oleh sebab itu, pasien Graves, terlepas dari terdapat atau tidaknya OG dan keparahannya, mesti dimotivasi guna berhenti merokok.

Menurutnya sangat urgen adanya informasi yang jelas mengenai bahaya merokok, yakni risiko penyakit mata yang parah. Jika butuh bungkus cerutu dan poster memperlihatkan gambar pasien dengan pengejawantahan okular yang parah. Dokter pun harus menggarisbawahi kenyataan bahwa andai pasien berhenti merokok, ada bisa jadi penyakit mata bakal membaik, dan lebih responsif terhadap terapi. Pasien yang tidak bisa berhenti mengisap rokok sendiri butuh dirujuk ke klinik, ataugrup berhenti mengisap rokok profesional di mana mereka bisa menerima konseling, dan terapi perilaku